green mountain under white sky during daytime

Pura Luhur Lempuyang

Pura Lempuyang adalah salah satu pura tertua dan paling suci di Bali, terletak di puncak Bukit Bisbis di kawasan timur pulau Bali, tepatnya di desa Tribuana, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Pura ini didedikasikan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud sebagai Dewa Icwara, yang diyakini sebagai manifestasi dari keilahian yang sangat tinggi dalam ajaran Hindu Bali.

Pura Lempuyang dikenal luas oleh wisatawan karena memiliki salah satu spot foto paling ikonik, yaitu "Gerbang Surga" atau "Gates of Heaven", yang menawarkan pemandangan menakjubkan dengan latar belakang Gunung Agung, gunung tertinggi di Bali. Gunung Agung, yang juga merupakan tempat suci dalam kepercayaan Hindu Bali, tampak menjulang megah di belakang gerbang pura, menciptakan pemandangan yang mempesona.

Pura ini terdiri dari beberapa bagian, dengan setiap tingkat pura berada di ketinggian yang semakin meningkat, seiring pendakian menuju puncak Bukit Bisbis. Meskipun cukup menantang untuk mencapai puncaknya, pemandangan luar biasa sepanjang perjalanan menjadikannya sebagai pengalaman spiritual sekaligus wisata alam yang tak terlupakan.

Sebagai tempat ziarah, Pura Lempuyang tidak hanya menarik bagi para wisatawan, tetapi juga bagi umat Hindu yang datang untuk bersembahyang dan memohon berkah. Keindahan alam dan aura spiritual yang kuat di sekitar pura ini menjadikannya sebagai salah satu destinasi utama bagi mereka yang mencari ketenangan serta kedamaian batin.

Sejarah Pura Lempuyang

Pura Lempuyang Luhur, seperti halnya Pura Sad Kahyangan lainnya, didirikan pada abad ke-11 Masehi, beriringan dengan masa pemerintahan Raja Udayana yang dibantu oleh Mpu Kuturan. Pura ini dibangun sebagai bagian dari upaya menjaga dan melestarikan ajaran agama Hindu di Bali, sekaligus untuk melindungi pulau Bali dari pengaruh buruk dan menjaga kedamaian umat. Pendirian Pura Lempuyang Luhur berhubungan erat dengan cerita mitologi yang mendalam, khususnya peristiwa jatuhnya "Bhatara Tiga" dari Gunung Semeru yang dipercaya menjadi latar belakang banyak kejadian sakral di Bali.

Dalam salah satu sumber penting, Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul, diceritakan bahwa Sang Hyang Parameswara, sosok dewa yang membawa gunung-gunung dari Jambhudwipa (India) ke Bali, memotong Gunung Mahameru menjadi beberapa bagian. Potongan terbesar dari gunung ini membentuk Gunung Agung, yang menjadi puncak gunung tertinggi di Bali, sementara bagian-bagian kecil lainnya menjadi berbagai gunung dan bukit di Bali, termasuk Gunung Lempuyang. Gunung Lempuyang dianggap sebagai salah satu titik pusat yang sangat sakral, tempat para dewa bersemayam untuk menjaga keseimbangan alam dan spiritualitas Bali.

Selain itu, dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul, disebutkan bahwa Sang Hyang Agnijayasakti, putra dari Sang Hyang Parameswara, ditugaskan untuk menjaga kesejahteraan Bali dan memimpin para dewa di Gunung Lempuhyang, yang juga dikenal sebagai Gunung Gamorangan. Keberadaan Gunung Lempuyang menjadi simbol penjaga dan pelindung Bali, menjaga agar masyarakat selalu hidup dalam kedamaian dan kebenaran.

Dalam Prasasti Sading C yang berasal dari tahun 1072 Saka, disebutkan bahwa Gunung Lempuhyang juga dikenal dengan nama Gunung Adri Karang. Raja Jayasakti, yang dipercaya memiliki hubungan dengan Sang Hyang Guru, diperintahkan untuk turun ke Bali dan membangun pura di gunung ini sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan dan untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera di Bali. Raja Jayasakti bersama para pendeta dan rakyatnya kemudian membangun Pura Lempuyang di Gunung Adri Karang sebagai tempat pemujaan dan untuk menjaga Bali dari segala ancaman.

Pura Lempuyang juga memiliki tradisi dan adat yang unik. Pendeta yang menjabat di pura ini selalu berasal dari satu garis keturunan secara patrilineal, dan upacara keagamaan yang dilaksanakan di pura ini selalu melibatkan pemuda dan wanita remaja dalam berbagai peran. Para pemuda yang disebut "Truna" bertugas menyiapkan bahan ramuan untuk upacara, sementara para wanita remaja, yang disebut "Daha", bekerja untuk menyiapkan dan melaksanakan ritual. Semua prosesi ini bertujuan untuk menjaga kesucian upacara, meskipun, seperti dalam banyak tradisi spiritual lainnya, kesucian tersebut tetap menjadi upaya yang terus dijaga oleh seluruh umat.

Dengan sejarah yang kaya dan penuh makna ini, Pura Lempuyang bukan hanya sekadar situs religi, tetapi juga merupakan simbol penting dalam menjaga keseimbangan alam dan spiritual Bali.

Nama Lempuyang memiliki beberapa tafsiran yang beragam, yang berasal dari berbagai sumber sejarah, budaya, dan mitologi yang berkembang di masyarakat Bali. Meskipun belum ada penelitian ilmiah yang merinci secara pasti arti kata "Lempuyang", ada tiga versi utama yang sering dikaitkan dengan nama ini berdasarkan prasasti, cerita rakyat, dan kepercayaan yang ada.

  1. Versi Pertama: Lempuyang sebagai Cahaya Suci Dewa
    Dalam versi pertama, kata Lempuyang dihubungkan dengan dua kata dalam bahasa Sanskerta, yaitu "lampu" yang berarti cahaya, dan "hyang" yang berarti dewa. Berdasarkan penafsiran ini, Lempuyang diartikan sebagai cahaya suci dari dewa yang bersinar terang. Dalam konteks ini, Pura Lempuyang dianggap sebagai tempat yang suci, tempat bersemayamnya Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara, yang dikenal sebagai sumber cahaya spiritual dan penerang kehidupan bagi umat Hindu di Bali.

  2. Versi Kedua: Lempuyang sebagai Nama Tanaman
    Versi kedua menjelaskan bahwa kata Lempuyang berasal dari bahasa Jawa yang merujuk pada sejenis tanaman, yaitu lempuyang atau lengkuas, yang merupakan tanaman obat atau rempah-rempah yang sering digunakan dalam pengobatan atau bumbu dapur. Dalam hal ini, Lempuyang dapat diartikan sebagai simbol dari kesembuhan dan kemanfaatan, terkait dengan tanaman yang tumbuh di sekitar kawasan tersebut. Ada pula kaitan dengan nama-nama banjar di sekitar Gunung Lempuyang, seperti Bangle dan Gamongan, yang juga merujuk pada jenis tanaman obat.

  3. Versi Ketiga: Lempuyang sebagai Penjaga
    Versi ketiga mengaitkan nama Lempuyang dengan kata "empu" atau "emong", yang berarti menjaga atau melindungi. Dalam mitologi Bali, dikisahkan bahwa Bhatara Hyang Pasupati mengutus ketiga putra-putrinya untuk menjaga kestabilan dan kesejahteraan Bali dari berbagai bencana alam. Ketiga putra-putri ini bertugas di berbagai gunung di Bali, di antaranya adalah Bhatara Hyang Putra Jaya yang tinggal di Gunung Agung dan Pura Besakih, Batari Dewi Danuh yang tinggal di Pura Ulun Danu Batur, dan Batara Hyang Gni Jaya yang tinggal di Gunung Lempuyang, bertugas untuk menjaga dan melindungi Bali.

Ketiga versi ini memberikan gambaran yang kaya dan beragam tentang makna nama Lempuyang, baik dari sisi spiritualitas, alam, maupun mitologi yang berkaitan dengan perlindungan dan kesejahteraan Bali.

Sebagai salah satu destinasi wisata terkenal di Bali Timur, Pura Lempuyang menawarkan berbagai fasilitas yang memadai bagi para pengunjung. Di sekitar area pura, pengunjung dapat menemukan toilet umum yang bersih, serta kain sarung gratis yang disediakan sebagai bagian dari tiket masuk, yang harus dikenakan saat memasuki area pura. Selain itu, terdapat juga warung makan yang menyediakan makanan ringan dan minuman untuk mengisi energi setelah perjalanan panjang.

Untuk menuju Pura Penataran Lempuyang, pengunjung tidak bisa langsung berjalan dari area parkir, karena jalan menuju pura cukup terjal dan berkelok-kelok. Oleh karena itu, disediakan shuttle bus untuk memudahkan perjalanan, yang mengantarkan pengunjung ke lokasi pura. Mengingat kondisi jalan yang cukup menantang, shuttle bus ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan serta mengurangi risiko kecelakaan. Penggunaan shuttle bus ini tentunya dikenakan biaya tambahan.

Bagi Anda yang ingin menikmati pengalaman wisata yang lengkap di Bali, Bali Gate of Heaven Tour adalah salah satu pilihan yang sangat dianjurkan. Tidak lengkap rasanya jika berkunjung ke Bali tanpa menyempatkan diri untuk mengunjungi Pura Lempuyang, yang dikenal dengan julukan Gerbang Surga Bali ini.